Friday, July 10, 2009

Merawat Kepercayaan


Bismillah …

Siang ini aku kembali terserang virus yang sangat sulit untuk dicegah, iaitu virus ingin menulis. Beberapa hari ini banyak sekali pengalaman hidup yang aku dapatkan dari orang-orang sekitar dan teman-teman yang aku cintai. Untuk belajar tidaklah harus ke sekolah atau lembaga- lembaga pendidikan yang formal. Kita bisa belajar dari mana saja dan apa yang ada disekitar kita.
Pengalaman yang aku dapatkan di hujung minggu ini sangat bernilai. Secara pribadi aku sadar dan menjadi malu, sungguh ilmu pengetahuan yang aku miliki masih sangat cetek. Masih banyak hal yang tidak aku ketahui. Untuk itu aku mencoba mengulas sedikit salah satu pelajaran yang telah aku dapatkan dari pengalaman ujung minggu ini, iaitu tentang ”Kepercayaan”.

“Tidak ada iman bagi yang tidak memiliki sifat amanah dan tidak ada agama bagi yang tidak bias memegang “. ( HR.Ahmad dari qatadah dari Anas bin malik)

“Aku percaya kamu…beneran dech”, “kamu percaya g sich sama aku”, please donk, percaya aku! Kamu boleh percaya aku….” Ini adalah sedikit contoh kata percaya yang sering kita utarakan untuk berbagai maksud dan tujuan.

Kepercayaan adalah rahasia hidup yang paling rumit. Karena ia harus berjalan secara timbale balik. Dapat kita ambil sebagai contoh, seperti kehidupan suami istri, atasan dan bawahan di kantor, rakyat dan pemimpin, masyarakat dan tokohnya, saudara dengan saudaranya. Yakinlah kepercayaan satu arah tidak akan bisa menjadi jaring kebersamaan.

Kepercayaan yang satu arah acapkali menyakitkan, bahkan kadang menistakan. Contoh seperti para penguasa yang selalu meminta rakyatnya berprasangka baik, padahal dibalik itu semua mereka menunjukkan tingkah laku yang tidak jarang tampak memuakkan. Atau suami yang merayu istrinya untuk percaya pada dirinya, padahal ia tak lebih hanya lelaki culas, mengejar uang dari sumber yang tak jelas. Dia telah tertipu dengan fatamorgana kepercayaan. Wakil rakyat yang meminta rakyatnya percaya, bahwa ia tidak punya maksud buruk atas segala keputusanannya menyetujui kebijakan kontroversial.

Kepercayaan sejujurnya tidak bisa diukur oleh sesuatu yang sifatnya materiil. Surat perjanjian, surat kesepakatan, surat pernyataan, atau bahkan undang-undang sekalipun, hanyalah alat mengikat kebersamaan. Tetapi rohnya tetap pada soal kepercayaan.

Alangkah indahnya hidup jika kita memiliki rasa saling percaya dan mampu merawat kepercayaan itu. Kita akan merasa ama bila pembantu dirumah kita bisa dipercaya akan menjaga anak-anak dengan ramah dan sayang. Bila murid-murid dan mahasiswa kita dapat dipercaya untuk tidak menipu dalam mengejar nilai dan gelar. Semua ini akan memberikan kita para generasi penerus yang berkualitas.

Akhirnya, kepercayaan adalah suara hati, bukan suara keangkuhan. Seni hidup yang dibangun diatas serat kepercayaan, sesungguhnya milik orang-orang yang punya keinginan baik. Kepercayaan menjadi mutiara hidup yang membahagiakan.

(sources: Tarbawi 2004, RiauPos 2009, Infotainment stasiun TV)

Melvina Amir
12:38 pm