Friday, August 28, 2009

Serial: Benih Cinta dan Kasih Sayang


Serial: Benih Cinta dan Kasih Sayang

Preface: Islam Agama Kasih Sayang
Part 1: Tumbuh Kembangkan Benih Cinta dan kasih Sayang
Part 2: Berikanlah Semua yang menjadi hak saudara kita
Part 3: Hadiah Menjadikan Semakin dekat dan Saling Mencintai
Part 4: Kemana Obat hendak di cari bila lidah meluikai hati?
Part 5: Sayangilah ia dengan kelemah-lembutan
Part 6: Bagaimana mungkin Saling Menyayangi tanpa Saling
Mencintai?
Part 7:Jadilah kita Seperti Lebah, bukan Pemain Layang-layang

Serial: Benih Cinta dan Kasih Sayang

Preface: Islam Agama Kasih Sayang
Oleh: Marina Lidya, M.Pd

“Islam Agama Kasih Sayang” artikel oleh Marina Lidya (2001) menjelaskan kepada kita bahwa tidak dapat disangkal lagi, bahwa masyarakat yang dicita-citakan oleh ajaran islam, adalah masyarakat yang hidup berdasarkan ikatan batin yang kuat, disertai rasa kasih sayang, saling memberi dan menolong antara satu dengan lainnya. Rasulullah Saw bersabda:
“ Perumpamaan orang-orang beriman yang saling cinta, tolong-menolong, dan kasih sayang diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh. Bila salah satu bagian dari tubuh itu merasa sakit maka seluruh tubuh akan merasakannya pula….”

Rasa kasih sayang dan mencintai pada diri seorang manusia akan mempengaruhi secara significant level keimanannya seperti yang tercermin dalam sabda Rasulullah berikut ini:
“Tidak beriman salah seorang dari kalian, hingga ia mencinatai saudaranya seperti mencintai dirinya sendirinya”.

Dalam artikel ini penulis mencoba menekankan pada dua hasil yang paling menonjol dari telah hadirnya rasa kasih sayang dan mencintai pada diri seorang muslim, yaitu tumbuhnya rasa empati dan bahagia melayani. Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan beradapatasi dengan kondisi batiniah orang lain. Empati social telah dipatrikan pada jiwa agung Rasulullah Saw, sebagaimana firman Allah Swt:
“Sesungguhnya telah dating kepada kamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat meinginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (QS.At Taubah: 128)

Bahagia melayani merupakan bagian dari citra diri seorang muslim, mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidaklah terlepas dari tanggung jawab terhadap lingkungannya. Sebagai bentuk tanggung jawabnya itu adalah, mereka menunjukkan sikap untuk senantiasa terbuka hatinya terhadap keberadaan orang lain dan merasa terpanggil atau ada semacam ketukan yang sangat keras dari lubuk hatinya untuk melayani. Maksudnya dia merasa menjadi manusia bila mampu memberi dan bermanfaat bagi orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah: “sebaik-baik manusia ialah yang paling berguna bagi orang lain”.

Pendidikan tentang kasih sayang yang diajarkan Rasulullah bukan hanya konsep belaka, namun telah terbukti dan teruji dalam tataran praktek. Kisah Umar bin Khatab dan Abu Bakar membawa kita pada bukti nyata hasil dari pendidikan baginda Rasul. Kisah ini adalah sebagian dari kisah teladan yang bertemakan empati dan bahagia melayani.

Dikisahkan Umar mengangkut sendiri karung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu yang anaknya kelaparan(diriwayatkan bahwa ibu tersebut memasak batu untuk menghibur anaknya). Begitu pula dengan Abu Bakar yang membantu memerah susu kambing, walaupun ia sudah menduduki jabatan sebagai khalifah.

Betapa islam sangat mengutamakan kasih sayang. Mudah-mudahan Allah Swt menumbuh suburkan rasa kasih sayang sesama kita, tentu saja kasih sayang berdasarkan kepada kebersihan niat dan pengharapan yang terus di kembangkan terhadap ridho-Nya, sehingga pada saat nanti terbentuklah masyarakat yang kokoh yakni suatu masyarakat yang berdiri diatas pilar-pilar rasa kecintaan, solidaritas, partisipasi, dan keadilan. Seperti yang pernah Rasulullah bangun di Madinah yang disebut sebagai masyarakat madani (civilized society/masyarakat beradab) yang telah menjadi trend pembicaraan masa kini dan menjadi obsesi bangsa-bangsa di dunia. Wallahu a’lambishowwab.

Reviewed article by:
Melvina Amir

Part 1: Tumbuh Kembangkan Benih Cinta dan kasih Sayang

“Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”.(QS. Al Qashas(28):77

• Berbuatlah yang terbaik untuk saudara kita
• Berusaha membuat hati saudara kita gembira dalam naungan syariah Islam
• Perlihatkanlah selalu wajah ceria saat berjumpa dengannya, sekalipun sedang dirudung duka
• Tersenyumlah dengan ikhlas. “Sesungguhnya Allah membenci orang yang selalu berwajah muram di hadapan saudaranya.” (HR. Ad Dailami)
• Kita tidak akan dapat membahagiakan orang lain dengan harta yang banyak, tetapi kita bias membahagiakannya dengan wajah ceria dan akhlak yang mulia
• Pada saat berjumpa dengannya, maka kirimkanlah doa keselamatan baginya dengan mengucapkan salam kepadanya
• Berusahalah untuk mendahuluinya dalam mengucapkan salam
• Menjawab salamnya, karena ini merupakan kewajiban setiap muslim, selain itu jawaban kita akan membuat dirinya bergembira
• Jika salam kita tidak dijawab, katakanlah padanya dengan perkataan dan tekanan nada yang lembut: “menjawab salam adalah wajib. Patutlah engkau menjawab salamku agar gugur kewajibanmu.”
• Berikutnya, biasakanlah berjabatan tangan (dan dikuti dengan memberikan pelukan hangat). Hal ini akan menghilangkan rasa dengki di hati dan dari situ pula mudah-mudahan Allah berkenan mengampuni dosa diantara kita sebelum berpisah.
• Saling mendoakan antara kita dalam kebaikan saat berpisah dengan mengucapkan: (Allahumma aatinaa fidunyaa hasanatan wa fil aakhirati hasanatan wa qinaa’adza bannaar: Ya Allah, berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan lindungilah kami dari api neraka)
• Menitipkan salam antar sesama dapat lebih mempererat hubungan kita
• Menjawab dengan segera apabila saudara kita mengirim salam
• Jika sudah beberapa lama tidak saling berjumpa, tanyakanlah bagaimana keadaannya, sehingga akan menimbulkan perasaan saling perhatian antar sesama. “ Apabila dari saudara-saudaranya (para sahabatnya) tidak kelihatan dalam waktu tiga hari, Rasulullah menanyakan keadaannya. Jika ia dalam bepergian, beliau mendoakannya; jika tidak dalam bepergian, beliau mengunjunginya; dan jika ia sedang sakit, beliau menjenguknya.” (HR. Abu Ya’la dari Anas Ra. Untuk di zaman modern sekarang ini, kita dapat memanfaat teknologi sms, email, fs, fb, ym, dll.

Semoga dari perbuatan-perbuatan diatas akan tumbuh dan berkembangnya benih-benih cinta dan kasih sayang dalam Mahligai cinta-Nya diantara kita semua. Amin. (mv)

Part 2: Berikanlah Semua yang menjadi hak saudara kita

Setiap insan itu mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhinya. Biasanya sich, kebiasaan buruk yang ada dari mereka itu adalah suka menuntut haknya tanpa mau menunaikan apa yang menjadi kewajiban baginya. Bahkan, ketika mereka merasa mempunyai hak, akan menuntutnya dengan cara mendesak dan terkadang memaksa tanpa mau memahami apakah pihak yang dituntut bisa memenuhi haknya atau tidak.
Mereka tidak akan pernah berhenti menuntut sampai terpenuhi apa yang mereka inginkan. Jika mereka tidak mendapatkan apa yang dituntut, tidak jarang ia akan membenci pihak yang dia tuntut dan menganggapnya tidak bisa memahami dirinya.
Ingatlah! Sebenarnya yang paling berhak menuntut itu adalah ALLAH terhadap hamba-Nya, karena Dia-lah yang menciptakan setiap insan. ALLAh tidak menuntut apa yang diluar batas kemampuan hamba-Nya, karena Dia Sang Pencipta yang mengetahui keadaan para hamba-Nya. Seandainya saja ALLAH tetap menuntut apa yang diluar batas kemampuan hamba-Nya, tentu mereka semua akan binasa, karena pastinya tidak akan mampu memenuhi apa yang dituntut-Nya.
Jujur saja, bukankah kita juga tidak mau dituntut oleh-Nya apa yang diluar batas kemampuan kita? So kita jangan suka menuntut hak deh pada orang lain yang dia gak mampu or diluar batas kemampuannya.
Coba deh kita berusaha untuk memahami keadaan saudara kita, sehingga tidak lagi menuntut hak kita secara berlebihan.Orang yang adil dan bijak biasanya akan selalu mendahulukan dan memenuhi apa yang menjadi kewajibannya, apabila dia merasa mempunyai hak dan memintanya dengan sikap lemah lembut. Karena, mereka tau meninggalkan kewajiban itu adalah dosa. Sebaliknya, mendapatkan hak adalah rahmat dari-Nya. Dan rahmat-Nya itu dijauhkan dari orang yang berlumur dosa dan di dekatkan kepada orang yang berbuat kebajikan.
So, kesimpulannya kita kudu melaksanakan semua yang menjadi kewajiban kita. Yakin deh, apa yang menjadi hak kita nicaya akan kita dapatkan semuanya. Berikanlah apa yang menjadi hak saudara kita. Sebaliknya dia juga akan memberikan apa yang menjadi hak kita. Dengan demikan kita akan saling mencintai dan kekuatan cinta akan mempertautkan hati.

Part 3: Hadiah Menjadikan Semakin dekat dan Saling Mencintai

“Saling memberi hadiahlah(pemberian) kalian, niscaya kalian akan saling mengasihi, dan saling maaf dan memaafkanlah, niscaya perasaan ingin menyalahkan akan lenyap dari diri kalian.” (HR. Ibnu Asakir)

• Sering memberikan hadiah akan menimbulkan kecintaan dan menghilangkan kedengkian serta kejengkelan di hati antara kita
• Jika saudara kita memberikan hadiah kepada kita, maka janganlah menolak atau tidak mau menerimanya,walaupun kita sudah memiliki yang lebih baik dari apa yang ia hadiahkan. Hal ini, demi menghargai niat baik dan menjaga hatinya. “Barangsiapa menerima kebaikan (pemberian) dari kawannya (saudaranya) tanpa diminta hendaklah diterima dan jangan dikembalikan. Sesungguhnya itu adalah rezeki yang disalurkan Allah untuknya.” (HR. Al Hakim).
• Berusahalah untuk membalas hadiah yang diberikan dengan memberikan hadiah yang sama atau lebih baik. Serta doakanlah ia, dan cahaya kasih sayang semakin menyinari hati. (mv)

Part 4: Kemana Obat hendak di cari bila lidah meluikai hati?

Bila pedang melukai tubuh mungkin masih ada harapan sembuh. Namun jika lidah melukai hati kemanakah obat hendak dicari? Betapa sakit dan perihnya hati kita saat tergores oleh tajamnya lidah. Karena ujung lidah itu tak bertuan, bahkan lebih tajam daripada ujung tombak. Sehingga akan lebih sulit menyembuhkan luka akibat lidah daripada luka akibat tombak.

Jagalah lidah kita dan berhati-hatilah dengannya. Selagi kita belum meluncurkan anak panah dari busur lidah, maka kita akan bias menjaga dan mengendalikannya. Tetapi, apabila sudah dilepaskan, maka sekali-kali kita tidak akan bias menjaga dan mengendalikannya.

Saat anak panah tersebut menancap pada hati saudara kita, maka akan menyakitinya. Sedangkan bekas luka yang ditimbulkan takkan pernah bisa disembuhkan.

Part 5: Sayangilah ia dengan kelemah-lembutan

Sudah seharusnya kita bisa saling menyayangi dan bersifat lemah lembut antar sesama. Untuk itu, curahkanlah kasih sayang kita kepada saudara Muslim, sebaliknya mereka juga akan berbuat hal yang sama.
“Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelemah-lembutan dalam segala hal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Janganlah kamu sekali-kali bersikap kasar dan berhati keras kepada saudaramu, karena akan menghadirkan kebencian dan saling menjauhi. Justru bangunlah wahana kasih sayang dan ombak cinta kasih. Niscaya kita akan dicintai Allah dan seluruh penduduk yang ada dilangit dan di bumi.

Part 6: Bagaimana mungkin Saling Menyayangi tanpa Saling Mencintai?

Akan terasa sulit bagi seseorang untuk menolong dan menyayangi saudaranya dengan baik tanpa dilandasi kecintaan. Namun tidak mungkin pula bisa mencintainya kalau tidak pernah merasa senasib sepenanggungan, atau dengan kata lain saling berbagi rasa dan beban.
Tidak akan mungkin pula kita mau berbagi rasa dan beban kepada yang belum dipahami dan mau memahami dirinya. Bahkan tak akan mungkin seseorang bias memahami orang lain sebelum dia mengenalnya (ta’aruf). Oleh karena itu kenalilah setiapMuslim yang kita kenal lahir dan batinnya. Lalu pahamilah akan kelebihan dan kekurangannya, sebaliknya mereka pun akan memahami kita, sehingga bisa saling berbagi beban dan tolong menolong, hingga benih cinta tumbuh dan berkembang dan akhirnya saling mencintai.
Sertakanlah nama orang-orang yang kita sayangi dan cintai dalam doa yang selalu kita panjatkan seusai sholat, agar terasa kedekatan mereka di hati sanubari dan terpautnya hati. Semoga kedengkian dan kebencian sirna dalam diri kita, sehingga bunga cinta pun senantiasa mekar dan harum di hati kita. Serta menyegarkan jiwa. Amin.

Part 7:Jadilah kita Seperti Lebah, bukan Pemain Layang-layang

Jadilah kita seperti lebah yang jika hinggap pada dahan bunga tak pernah merusaknya, namun justru selalu membantu bunga melakukan penyerbukan. Lebah selalu mengeluarkan madu yang jadi penyembuh berbagai macam penyakit bagi manusia dan lilin untuk penerang di kegelapan.
Sebaliknya, janganlah kamu sampai seperti pemain layang-layang yang selalu mengulurkan benangnya, sehingga jaraknya dengan laying-layang kian menjauh.

Main Source:
Tirai Mahabah.
Zikrul. Media Intelektual

Some Notes on Morphology and Syntax

MORPHOLOGY AND SYNTAX
Some Notes on Morphology and Syntax
Melvina. M.Ed
melvina_amir@yahoo.co.id

Week 1
4 level of linguistic analysis:
• Sound level
• Morphological level
• Syntactic level
• Semantic level

The morphological level of analysis is concerned with meaningful units. These units are called morphemes. It is defined as the smallest meaningful units of grammatical description, since they cannot by analyzed any further at this level. Morphology studies the internal structure of words, that is the ways in which morphemes function as constituents of word structure. For example, the word unconditionally may be said to consist of four morphemes: un – condition – al – ly. Condition is a free morpheme, since it can occur on its own. The other three morphemes are bound, since they must always co-occur with free morphemes. English words consist of one or more free morphemes (book, bookcase, bookshop, bookworm) or of combination of free and bound morphemes (kindness, unkind, kindly, unkindly).

Having established the structure of words at the morphological level, we can go on to examine how words can be put together to form larger grammatical units. Words combine to form larger units called phrases, which, in turn to combine to form sentences. This is the business of syntax to establish the set of rules that specify which combinations of words constitute grammatical strings and which do not.

In short, morpheme is the minimal unit of grammatical description in the sense that it cannot be segmented any further at the grammatical level of analysis. While Syntax is a part of linguistic, this studies rearrangement and interrelationship of word, phrases, clauses, and sentences. In other words, it is the study of how combine words become a larger unit.

Words : The smallest units or the smallest free form.
A group of phoneme/letter that has meaning, e.g. car, book, pen
Phoneme : The smallest meaningful unit, e.g. book /bUk/ 3 phoneme
Phrase : Group of words that doesn’t has S and P but has meaning.
A group of word that has meaning
Clause : Consist of S and V but can not stand alone because it is part of sentence
and has meaning, e.g. what she knows
Sentence : The largest grammatical unit consisting phrase, clause, sentence that used
to express a statement, question and comment.
Consist of S and V, can stand alone and has meaning and sometimes
consist more than one clause, e.g. I wrote a letter yesterday

There are five signals of syntactic structure:

1. word-order—the linear of time sequence in which word appear in an utterance, or the positions of words relative to each other in time.
2. prosody—musical pattern of stress, pitch and juncture in which the words an utterance are spoken, or combination or patterns of pitch, stress and juncture.
3. function word—words with little or no lexical meaning which are used in combining other words into larger structures.
Words largely divide of lexical meaning that used to indicate various functional relationship among the lexical words of an utterance (doesn’t have meaning in grammatical but in lexical), e.g. Does she go there?

There are nine types of function word:
• noun determiner; all, twice, one, third, a, an, this, that, these, those, etc.
• auxiliaries; verb, is, am, are, has, have, do, does, did, will
• qualifiers/ compare; fairly, merely, very, pretty, quite, etc.
• preposition; in, on, at, of, over, etc
• conjunction/ coordinator; and, but, nor…or, not only…but also, etc
• interrogator; who, which, what, etc
• includes; when, like, that, whatever, etc
• sentence linkers; consequently, accordingly, however, even though, as a result
• miscellaneous/ interjection

There are two kinds of meaning:
a) lexical meaning : the meaning of morphemes and words considered in isolation (dictionary meaning).
b) Grammatical/structural meaning: the meaning of the way words are combined in larger structures (sentence)
* the word “am” does not has meaning if stand alone, but has meaning if we combine with other words or we put in a sentence.
e.g. I am being interviewed

4. inflection—suffixes, always final, which adapt words to fit varying of structural positions without changing their lexical meaning or part of speech.
Morphemic changes without changing the lexical meaning, e.g. – ed, plural (s/es)
• work --- worked (change in the form of word to show a past tense)
• book --- books ( to show a plural)

5. derivational contrast—derivational prefixes and suffixes which change words from one part of speech to another. In short, addition of the prefixes or suffixes that change the world class.
e.g. manage—management—manager
lead—leader—leadership
test—pre-test

Tuesday, August 25, 2009

7 indikator kebahagiaan dunia


7 Indikator Kebahagiaan Dunia

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama. Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu "Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.
Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur.

Kedua. Pasangan hidup yang sholeh.
Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga.Auladun abrar yaitu anak yang soleh.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat.Lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.
Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

Kelima,Harta yang halal.
Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam. Tafakuh fi dien atau semangat untuk memahami agama.
Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.
Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.
Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh,Umur yang baroqah.
Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia "), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.
Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.
Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil aakhirati hasanaw" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.
Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.
Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

Sources:
Multiple sources were used in developing this..^_^

Thursday, August 20, 2009

Cari bonus sebanyak-banyaknya!!!


Ketika mendengar kata 'bonus', biasanya nich telinga kita langsung
merespon. Nggak cuma telinga, secepat kilat (kilat dalam slow motion,
mungkin), seluruh tubuh kemudian memberikan respon. itulah mengapa
bank-bank yang hampir bangkrut dan ngak punya uang berani masang bonus
yang gila-gilaan, bahkan mobil mewah tiap hari bagi satu pemenang.

Begitu pengumuman bonus ini sampai di masyarakat, masyarakat kita yang
jago berangan-angan langsung berebutan jadi nasabah bank tersebut.
Uangpun terkumpul dari masyarakat. uang itu diambil sebagian dan
kemudian dijadikan bonus. begitu seterusnya, nasabah kita dikibulin
terus-menerus. Makanya, struktur ekonomi Indonesia rapuh dan hal ini
terbukti pas krisis 1997.

Yang diatas itu contoh bonus yang dijanjikan oleh bank-bank
bangkrut.Menipu dan memperdaya. Tapi, ada lho bonus yang bener-bener
ditujukan buat kita, tanpa ada 'udang di balik batu' maupun gajah di
pelupuk mata (Lho?!). Bonus-bonus ini bertebaran di sekitar kita, namun
kadang meliriknya sedikitpun nggak. Bonus-Bonus itu adalah ibadah-ibadah
sunnah atau nafilah yang bertebaran di sekitar kita, mulai dari pagi
hingga pagi lagi.

Di bulan Ramdhan, pahalanya setara dengan pahala ibadah wajib, lho!
Makanya, Kumpulin poin sebanyak-banyaknya! ingat...waktunya terbatas!



Ditulis ulang oleh : Melvina Amir

Source: Book Magz (Pro-U Media)

Ramadhan Al-Mubarak

Kini, bulan Ramadhan segera datang menghampiri. Baginda Rasulullah saw. secara khusus memanjatkan doa ke haribaan Allah SWT: «اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِّغْنَا رَمَضَانَ وَ حَصِّلْ مَقَاصِدَنَا» Duhai Allah, berkahilah k...ami pada bulan Rajab dan pada bulan Sya’ban ini; sampaikanlah diri kami pada bulan Ramadhan; dan tunaikanlah keinginan-keinginan kami (HR Ahmad).

Mata kadang salah melihat
Bibir mungkin salah berucap
Hati kadang salah menduga
maafkan atas lisan yang tak terjaga
serta prasangka yang meski dalam hati saja

Bocah Misterius.....(sebuah renungan kembali)

disadur dari sebuah milis,,,semoga bermanfaat dan menjadi renungan bagi kita semua,,,aminn


BOCAH MISTERIUS

"Hey kamu....ayo sini," sapa Luqman dengan halus
kepada seorang bocah yang dengan sengaja menganggu
anak kecil lain yang sedang berpuasa. "Siapa namamu?
Dari mana asal kamu?" tanya Luqman sambil memegang
lengan bocah itu. Sebenarnya Luqman gemas, tapi ia
tahan kegemasan itu.

Meski ditanya dengan sopan, bocah itu malah balik
mendelik ke arah Luqman dan tertawa menyeringai! Tawa bocah itu membuat Luqman segera melepaskan pegangannya seketika.

Luqman merasa bocah ini bukanlah anak sembarangan. Sungguh pun penampilannya kayak bocah biasa.

Kaos plus celana pendek. Agak lusuh tapi bersih.

Luqman melihat mata bocah itu. Mata itu bukanlah mata
anak manusia pada umumnya. Ditambah lagi, sebelumnya
Luqman tidak pernah melihat bocah itu dikampungnya,
kampung Karangdowo, Bae - Kudus.

Luqman sudah bertanya kesana kemari, adakah tetangga atau orang dikampungnya yang mengenali siapa bocah itu dan siapa keluarganya.
Semua orang yang ditanya Luqman menggelengkan kepala, tanda tak tahu.

************ *******
Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Karangdowo.
Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung.
Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.

Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap
dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat
diplastik es tersebut.

Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa!

Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus.

Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena
kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada,
matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.

Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampung
mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah
kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan
bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan
roti isi daging tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian
dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap
dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan
memberikan kilatan yang menyeramkan.

Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

************ ********* **

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu.
Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda
zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah
itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan
hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es
kelapa dan roti isi daging yang sama juga!

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi.
Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu.
Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan
ludah, tanda ingin meminum es itu juga. Luqman pun
lalu menegurnya. Cuma, ya itu tadi, bukannya takut,
bocah itu malah mendelik hebat dan melotot,
seakan-akan matanya akan keluar Luqman.

"Bismillah.. ." ucap Luqman dengan kembali

mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya.

Ia berpikir, kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia
akan korek keterangan apa maksud semua ini. Kalau
memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga akan
cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya
bocah itu.

Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak
menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak
tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan
membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan
tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang
melihatnya.

" Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan
menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan
saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman,
seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang
kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada
Luqman.

"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa,"
jawab Luqman dengan halus,"apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu.."

Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan
uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai.

Ia menatap Luqman lebih tajam lagi.

"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua!
Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini
ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan
kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan
pada sebelas bulan diluar bulan puasa?

Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang
kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya
dan melupakan kami?

Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan

melupakan kami yang sedang menangis?

Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit
saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami
yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput
ajal..?!

Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran
waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?
Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib
terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian..!?"

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi
kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba-tiba suara
bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu
tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini ia bersuara
lirih, mengiba.
"Ketahuilah Tuan .., kami ini berpuasa tanpa ujung,
kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan
puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami
makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang
saja.

Dan ketahuilah juga , justru Tuan dan orang-orang di
sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami
dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu
kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam
mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi
banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya
denga istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?

Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat
kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya
ada kepedulian yang seadanya pula .

Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang
menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali
termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya
lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap
orang-orang kecil seperti kami...!

Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta? Lalu
kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara
berlebih?

Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan
orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan
melupakan kami yang semestinya diingat? Bahkan,
berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan
bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa
dan maksiat. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?

Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih
menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap
kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun,
jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah
menyatu dengan bumi kelak..."

************ ********* *

Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan hati
Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut
bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya,
semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar
adanya! Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.

Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu
pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya
terbengong-bengong. Di kejauhan, Luqman melihat bocah
itu menghilang bak ditelan bumi. Begitu sadar, Luqman
berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan
raya kampung Karangdowo. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.
Ditengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua
orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran
didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu
keluar dari rumah Luqman! Bocah itu benar-benar
misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!

Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah,
balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur.
Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal,
tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja.
Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah
misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang
berharga, betapa kita sering melupakan orang yang
seharusnya kita ingat. Yaitu mereka yang tidak
berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka
yang tidak memiliki penghidupan yang layak.

Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa
seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang
sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali
menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan
membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan. Marilah berpikir tentang dampak sosial
yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan
kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.

Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah
memberikannya hikmah yang luar biasa.

Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.
Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau
dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan
kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus
menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua
orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya
orang. Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga
bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati.

Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak
itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya,
selama-lamanya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya. Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.

************ ********
Luqman berniat, akan terus menggunakan lisannya untuk
bersuara dan tangannya untuk menulis "agar seribu
tahun" lagi kita masih mendengar tawanya anak bangsa
dalam keadaan ceria.... Ah, bocah kecil, dimana kau
berada...?

************ ********

Di setiap tetesan nikmat yang kita rasakan, ada
baiknya kita mengingat bahwa ada orang lain yang juga
berhak untuk merasakannya.

Semoga ALLAH SWT memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang Bertaqwa

Seorang Wanita Berjilbab (sebuah renungan...cerita dari seorang teman)

Seorang wanita berjilbab rapi tampak sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Sang guru berkata, “Saya punya permainan.. caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, namun jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!”. Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, tapi jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan dijalankanlah adegan seperti tadi, tentu saja murid-murid kerepotan dan kelabakan, dan sangat sulit untuk merubahnya. Namun lambat laun, mereka bisa beradaptasi dan tidak lagi sulit. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. “Anak-anak, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara, untuk membalik sesuatu, dari yang haq menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik nilai. Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, selingkuh dan zinah tidak lagi jadi persoalan, pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before married menjadi suatu hiburan, materialistis dan permisive kini menjadi suatu gaya hidup pilihan, tawuran menjadi trend pemuda.. dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham..?” Tanya Ibu Guru kepada murid-muridnya. “Paham, Buu…” Baik permainan kedua..” begitu Bu Guru melanjutkan. “Bu Guru punya Qur’an, Ibu letakkan di tengah karpet. Nah, sekarang kalian berdiri di luar karpet. Permainannya adalah bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah tanpa menginjak karpet? Murid-Muridnya berpikir keras. Ada yang punya alternatif dengan tongkat, dan lain-lain. Akhirnya sang guru memberikan jalan keluar, ia gulung karpetnya, dan ia ambil Qur’annya. Ia memenuhi syarat, tidak menginjak karpet. “Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. . musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan. . karena tentu kalian akan menolaknya mentah mentah. Premanpun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar.”Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka dibangunnyalah pondasi yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar pondasinya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kursi dipindahkan dulu, lemari disingkirkan dulu satu-persatu, baru rumah dihancurkan. .”“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghantam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan mencopot kalian. Mulai dari perangai kalian, cara hidup kalian, model pakaian kalian, dan lain-lain, sehingga meskipun kalian muslim, tapi kalian telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yang mereka.. dan itulah yang mereka inginkan. Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh musuh kalian.. paham anak-anak?”Paham, Buu!” “Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Bu? ” tanya mereka. “Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi.” “Begitulah Islam.. kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya ambruk. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan bangkit serentak, baru mereka akan sadar.”Kalau saja ummat Islam di Ambon tidak diserang, mungkin umat Islam akan lengah terhadap sesuatu yang sebenarnya selalu mengincar mereka. “Paham anak-anak?” “Paham, Buu..” “Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa dahulu sebelum pulang..”Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

Sunday, August 16, 2009

17-an ku Taon Lalu...


Pagi yang cerah, aku dan 2 orang temanku bergegas kluar rumah dan berlari kecil menuruni anak tangga dari lantai 3 apartemen kami di blok Hentian 2. Saat itu kami bertiga terlalu bersemangat untuk berangkat ke Kuala lumpur untuk menghadiri upacara bendera 17-an dan merayakan kemerdekaan RI di Wisma KBRI. Hari itu adalah moment special bagi kami para pelajar asing di negara orang. Hari itu juga kami akan berkumpul dan bergabung dengan teman2 pelajar dari universitas, kolej dan institusi lainnya di malaysia, tidak hanya para pelajar tapi juga ngumpul dengan saudara2 kami para TKI sampai Pejabat2 KBRI yang necis and gagah.Kehadiran kami di wisma KBRI semua memiliki tujuan yang sama yaitu Menyaksikan Merah-Putih Berkibar di bumi Melayu Malaysia...

Dengan rasa kemerdekaan dan nasionalisme yang tinggi kami menunggu bus UKM yang akan membawa kami ke tempat upacara.ternyata eh ternyata yang datang bukannya bus kampus UKM tercinta yg kueren tapi malah bus biru, bus kilang alias bus untuk mengangkut para pekerja di kilang (pabrik)...katanya sech bas UKM pada dicarter ke Singapore untuk festival budaya. Ada beberapa teman yang coment..masa kita naik ginian...emangnya kita pekerja..apa kata dunia....

Sedikit kecewa sich, tapi akhirnya kita semua tetap bersyukur ada transport yg bs bawa kita...g lucu khan ke KL jalan kaki or naik publik transport yg lain...secara wisma KBRI di kawasan khusus...k-lo acaranya di embassy boleh lah kita naik bus Rapid KL

Dengan semangat kemerdekaan yang masih membara..kami menyegerakan naik ke bus dan memcari posisi masing-masing...tapi..ada masalah lagi nich...ehmmm tuk merayakan kemerdekaan aja penuh dg perjuangan.
si pak driver gak mau nyetir dg alasan kepenuhan passengger. Pak supir takut di saman polis (ditilang) singkat cerita, setelah negosiasi jadi juga kami berangkat k KL.Dan akhirnya...bus pun melaju...

tapi yach ampyuuuuuuuunnnnnnnnnnnnn.....Jaaaaaaaaaammmmmmmmmmmmm, macet bow' KL gitu lho, office hour gmn g rush tuh highway...wadaw bakal telat nich..lewat dah moment bersejarah kami...hiks...hiks....hiks...

Tancap gas dunk pak driver, k-lo perlu crush aja mobil kancil and proton yg didepan...kami semua g mau terlewat momen bersejarah dimana bendera merah putih BERKIBAR gagah diiringi dengan lantunan lagu INDONESIA RAYA...

sesampainya bus di depan wisma...
bersamaan dengan decitan rem bus tiba2 sayup2 terdengar
"Indonesia raya...merdeka..merdeka...tanah ku negeriku yang kucinta..."

seketika itu juga kami semua yang di dalam bas berdiri, awalnya Shanti (teman serumahku)yang histeris meminta kami semua untuk hormat lalu kami serempak mengangkat tangan dan menoleh kebendera yang sudah hampir diujung tiang....(ini adalah gerakan yang paling heroik sepanjang massa yang kukenang....luarrr biasaaa)

tanpa dikomandani satu orang pun...semua bernyanyi....
"HIDUPLAH INDONESIA RAYA....."

Belajar dari sebuah Hymne


Sejak awal Agustus, bahkan sejak bertahun tahun lalu (setiap bulan Agustus), radio publik milik bangsa yang kita sebut dengan RRI (Radio Republik Indonesia) senantiasa menyiarkan hymne ini, setelah program warta berita. Dan rasanya, setahu saya hanya RRI –lah yang senantiasa menyiarkannya. Ehmm terkesan sok yakin banget... memang aku yakin banget hanya RRI yang tidak pernah absen tuk menyiarkan hymne ini, karena aku adalah pendengar setia RRI khususnya Pro2 Pekanbaru...

Mari, luangkan sejenak kesempatan dalam perjalanan waktu kita yang membentang untuk memaknai isi dan makna hymne ini. Lalu, tak ada salahnya kita bertanya pada diri kita, sebesar apakah bhakti, cinta dan ke-Indonesia-an kita pada negeri kita, Indonesia.

Dirgahayu Indonesiaku
Negeri dan Bangsaku yang kusayangi
Aneka suka dan duka
Penempaan Tuhan yang kita jalani
Sadar tahan ditempa Tuhan
Agar kita jadi bijak bestari
Ikhlas bakti membina bangsa
Yang adil dan beradab
Dirgahayu Indonesiaku
Negeri dan Bangsaku yang kita sayangi


Rasanya Hymne Dirgahayu Indonesia, karya (alm) H.Mutahar ini sungguh sangat relevan dengan kondisi kekinian bangsa kita. Betapa, suka dan duka dalam mengawal bangsa ini telah dapat kita rasakan, bahkan kita hanyut didalamnya. Bencana (karena) alam & karena ulah kita, tragedy, berbagai peristiwa sungguh mewarnakan kehidupan bangsa ini.

Semua tentu tempaan Tuhan, yang sudah semestinya kita terima, namun harus dijadikan sebagai pelajaran untuk menapaki kehidupan yang lebih baik dimasa datang. Bencana, mungkin tidak bisa kita hindari. Dengan kearifan, semua tentu dapat diminimalkan, setidaknya mengurangi dampaknya, agar (lagi-lagi) kita bisa lebih nyaman dalam penghidupan juga kehidupan.

Agar kita jadi bijak bestari, sebuah ungkapan yang rasanya harus terpatri dalam jiwa bangsa ini, untuk mengambil sikap yang (tentu) mengedepankan kepentingan bangsa dan Negara ini, dengan senantiasa berkaca pada pengalaman dan perjalanan masa silam. Dari padanya (masa lampau) sungguhlah tepat jika ada pengulangan yang bermanfaat, dan dari padanya pula jika hal pada masa lampau justru menyengsarakan bangsa ini, sudah selayaknya dan patut untuk dihindari, pun juga jangan sampai terulang kembali. Banyak sudah peristiwa dan kebijakan di masa lampau yang tidak berpihak pada kepentingan anak bangsa ini, segerakan untuk ditinggalkan.

Ikhlas bakti membina bangsa, yang adil dan beradab. Pemimpin bangsa ini, sudah harus menggariskan diri dan pengabdiannya dengan penuh ketulusan, berpihak pada semua kepentingan, tanpa beda dan membedakan sehingga keadilan di semua bidang yang selama ini (terkadang) masih menjadi mimpi dan cita cita belaka, mampu diwujudkan. Adil tidak berarti sama dan merata. Adil tentu proporsional, sesuai dengan norma dan aturan ukuran ‘kemanusiaan’ bukan adil yang semu. Banyak juga per-amsal-an akan hal ini.

coba kamu tanyakan pada dirimu, apakah kamu sungguh-sungguh mencintai dan menyayangi negeri ini. mungkin dengan jujur kita semua menjawab YA. Namun ada hal yang mesti kita perbaiki disini yaitu Nasionalisme bangsa ini mutlak kembali untuk kita renungkan. Benarkah nasionalisme kita mendarah daging dalam setiap langkah, gerak yang sejalan dengan pengabdian kita dalam mengisi kemerdekaan dan perjuangan untuk memuliakan bangsa yang belum usai ini? Marilah kita bertanya pada diri kita masing masing.

Menyayangi dan mencintai bangsa ini, sebuah hal yang mudah sekaligus susah. Layaknya hymne Dirgahayu Indonesia. Sebuah pujian, sebuah harapan, sebuah cita cita untuk bangsa yang besar, seperti yang dulu yang cita citakan oleh para pendiri bangsa ini. Bung Karno dan Bung Hatta yang mewakili seluruh elemen bangsa ini telah membukakan jalan. Telah mengantarkan kita pada sebuah gerbang kemerdekaan. Kemerdekaan dari belenggu penjajah.

Sekarang, kemerdekaan itu rasanya tercabik oleh ketidakpastian. Merdeka, tetapi kita terancam dan disergap tanpa akhir akan terror. Wahai anak bangsa, sadarlah penjajahan baru itu berupa terror. Terror (missal bom), hanya sebagian kecil bentuk penjajahan. Mulai menggurita terror lainnya yang jauh lebih bahaya dari sekadar terror bom. Terror baru itu berupa terror budaya asing, ekonomi, hingga ideology.

Dirgahayu Indonesia-ku, rasanya bangsa ini belum mampu sepenuhnya mengawal kebesaran dan kejayaaan nama-mu. Ijinkan kami untuk belajar mencintai dan menyayangi-mu (lagi), meski hanya dari sebuah hymne….

source : bluefame.com

Dirgahayu Indonesiaku

Dirgahayu Indonesiaku ... Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang ...belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain."
(Al-Maidah ayat 20)

Jenderal Soedirman untuk Kado HUT Negeriku


Jenderal ‘Kaji’ itu Seorang Panglima Perang
Kaifa Ihtada
11/8/2009 | 18 Sya'ban 1430 H | Hits: 281
Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi



Jenderal Soedirman bersama tentara dan rakyat (photobucket. com)

dakwatuna.com – “Kita sandarkan perjuangan kita sekarang ini atas dasar kesucian, kita yakin, bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak akan melalaikan hamba-Nya yang memperjuangkan sesuatu yang adil berasaskan kesucian bathin. Jangan cemas, jangan putus asa, meski kita sekalian menghadapi macam-macam kesukaran dan menderita segala kekurangan, karena itu kita insya Allah akan menang, jika perjuangan kita sungguh berdasarkan kesucian, membela kebenaran dan keadilan. Ingatlah pada firman Tuhan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 138 yang berbunyi: “Walaa tahinu walaa tahzanuu, Wa antumul a’launa inkuntum mu’minin”, yang artinya “Janganlah kamu merasa rendah, jangan kamu bersusah hati sedang kamu sesungguhnya lebih baik jika kamu mukmin.”
Dengan penuh keyakinan sang Jenderal menyiapkan pasukannya. Kutipan ayat-ayat suci itu bukanlah pemanis bibir untuk mendongkrak popularitas. Kalimat agung itu hanya akan mampu dilahirkan oleh orang yang meyakininya. Pesan Rabbaniyah itu mengiringi seruan mobilisasi dalam menghadapi kekuatan Belanda, pada agresi kedua.
Dua jam sebelum pendaratan (Belanda, red), Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman yang masih berumur 30 tahun, membangunkanku. Setelah menyampaikan informasi yang diterimanya terlebih dahulu, dia mendesak, “Saya minta dengan sangat, agar Bung Karno turut menyingkir. Rencana saya hendak meninggalkan kota dan masuk hutan. Ikutlah Bung Karno dengan saya.”
Sambil mengenakan pakaianku cepat-cepat aku berkata:
“Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan pertempuran dengan anak buahmu. Dan tempatmu bukanlah pelarian bagi saya. Saya harus tinggal di sini, dan mungkin bisa berunding untuk kita dan memimpin rakyat kita semua. Kemungkinan Belanda mempertaruhkan kepala Bung Karno. Jika Bung Karno tetap tinggal di sini, Belanda mungkin menembak saya. Dalam kedua hal ini saya menghadapi kematian, tapi jangan kuatir. Saya tidak takut. Anak-anak kita menguburkan tentara Belanda yang mati. Kita perang dengan cara yang beradab, akan tetapi …”
Soedirman mengepalkan tinjunya: “…Kami akan peringatkan kepada Belanda, kalau Belanda menyakiti Sukarno, bagi mereka tak ada ampun lagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran.”
Soedirman melangkah ke luar dan dengan cemas melihat udara. Ia masih belum melihat tanda-tanda, “Apakah ada instruksi terakhir sebelum saya berangkat?” tanyanya.
“Ya, jangan adakan pertempuran di jalanan dalam kota. Kita tidak mungkin menang. Akan tetapi pindahkanlah tentaramu ke luar kota, Dirman, dan berjuanglah sampai mati. Saya perintahkan kepadamu untuk menyebarkan tentara ke desa-desa.. Isilah seluruh lurah dan bukit. Tempatkan anak buahmu di setiap semak belukar. Ini adalah perang gerilya semesta”.
“Sekali pun kita harus kembali pada cara amputasi tanpa obat bius dan mempergunakan daun pisang sebagai perban, namun jangan biarkan dunia berkata bahwa kemerdekaan kita dihadiahkan dari dalam tas seorang diplomat. Perlihatkan kepada dunia bahwa kita membeli kemerdekaan itu dengan mahal, dengan darah, keringat dan tekad yang tak kunjung padam. Dan jangan ke luar dari lurah dan bukit hingga Presidenmu memerintahkannya. Ingatlah, sekali pun para pemimpin tertangkap, orang yang di bawahnya harus menggantikannya, baik ia militer maupun sipil. Dan Indonesia tidak akan menyerah!”
Itulah dialog yang terekam saat detik-detik agresi militer Belanda tanggal 19 Desember 1948, Sukarno menuturkan kepada Cindy Adams dalam biografinya.
Perlu diketahui bahwa pada saat memimpin perang gerilya paru-paru sang Jenderal hanya berfungsi sebelah atau hanya satu paru-paru yang bisa dijadikan tumpuan dalam setiap tarikan nafas sang Jenderal. Dan sebenarnya Presiden Sukarno pada waktu itu menyarankan agar Jenderal Soedirman menjalani perawatan saja karena penyakit Jenderal Soedirman pada waktu itu tergolong parah.
“Yang sakit itu Soedirman…panglima besar tidak pernah sakit….” Itu jawaban sang Jenderal. Tidak terbayangkan begitu besarnya semangat perjuangan sang Jenderal dalam melawan musuh dan penyakit yang dideritanya.
Dengan berbekal materi seadanya Sang Jenderal memimpin pasukannya berperang melawan tentara sekutu yang diboncengi tentara Belanda. Dengan ditandu Jenderal Soedirman keluar masuk hutan, naik dan turun gunung memimpin pasukan, meracik strategi perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan lamanya dengan rute Yogyakarta sampai Malang. Kisah menarik terjadi pada waktu Jenderal Soedirman memimpin peperangan dan terjadi pengkhianatan dari salah satu anggota pasukannya.

Jenderal Soedirman (indonesianembassy. org.uk)

Tentara Belanda menggunakan berbagai cara untuk menjebak dan menangkapnya. Jenderal yang ahli strategi ini adalah target operasi yang paling diburu waktu itu. Setelah Belanda mendapatkan informasi dari salah satu penghianat di internal pasukan Jendral Soedirman. Belanda kemudian mengepung keberadaan Jenderal Soedirman.
Menyadari kondisinya dalam keadaan terjepit, Sang Jenderal tidak kehilangan akal. Seluruh anak buahnya diperintahkan memakai sarung dan peci, lalu dibuatlah scenario seolah-olah dalam ruangan itu tengah mengadakan pengajian. Taktik ini digunakan untuk mengelabui Belanda yang akan menangkap dirinya.
Pada saat salah seorang pimpinan Belanda memasuki ruangan dan bertanya di manakah keberadaan Sang Jendral, maka informan Belanda yang turut hadir dalam ruangan itu –selama ini tidak diketahui keberadaan pengkhianat ini– turut serta pula mengikuti taktik Sang Jenderal, berdiri dan menunjuk ke arah Jenderal Soedirman (Pada waktu itu berpura pura menjadi seorang kyai yang memimpin pengajian). Namun komandan Belanda itu tidak mempercayai kalau yang memimpin pengajian itu adalah Jenderal Soedirman sendiri,. Karena dinilai memberikan informasi palsu, akhirnya si pengkhianat malah ditembak di tempat oleh komandan Belanda tersebut. Kemudian mereka pergi dengan meninggalkan persembunyian Sang Jenderal dan anak buahnya. Maka selamatlah Jenderal Soedirman dan pasukannya.
Sebuah taktik brillian dan pengambilan keputusan yang tepat dari Sang Jenderal. Strategi perang gerilyanya terbukti efektif dalam memimpin pasukan melawan penjajah. Banyak kerugian yang diderita pasukan penjajah dalam taktik gerilya ini. Pertempuran dan perlawanan terjadi di berbagai daerah sehingga memaksa Belanda beserta sekutunya kembali ke meja perundingan.
Jenderal Soedirman diminta pulang kembali ke Yogya. ia dengan tegas menolak perundingan. Beberapa kali utusan Pemerintah dikirim ke Sobo, namun tidak berhasil melunakkan pendiriannya. Akhirnya Pemerintah meminta jasa baik Kolonel Gatot Subroto, Panglima Divisi II. Hubungan pribadi kedua tokoh ini cukup baik. Jenderal Soedirman sangat menghargainya sebagai saudara tua.
Akhirnya tanggal 10 Juli 1949 Panglima Besar dan pasukannya kembali ke Yogya. Di sepanjang jalan, rakyat berjejal-jejal menyambutnya. Mereka ingin melihat wajah Panglima Besarnya yang lebih suka memilih gerilya daripada beristirahat di tempat tidur. Kedatangan Panglima Besar disambut dengan parade militer, di Alun-alun Yogyakarta. Penampilannya yang pertama sesudah bergerilya diliputi suasana haru. Para perwira TNI yang selama bergerilya terkenal gagah berani, tak urung meneteskan air mata setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri keadaan fisik Panglima Besarnya yang pucat dan kurus. Rasa haru dan kagum bercampur menjadi satu.

Jenderal Soedirman (photobucket. com)

Selama bergerilya kesehatan Soedirman menurun, beberapa kali ia jatuh pingsan. Setibanya di Yogyakarta, kesehatan Jenderal Soedirman diperiksa kembali, ternyata paru-paru yang tinggal sebelah sudah terserang penyakit. Karena itu Panglima Besar Soedirman harus beristirahat di rumah sakit Panti Rapih. Semua perundingan yang memerlukan kehadiran Soedirman dilakukan di rumah sakit. Rasa tidak senang terhadap diplomasi yang ditempuh Pemerintah dalam menghadapi Belanda, masih membekas di hati Jenderal Soedirman.
Pada tanggal 1 Agustus 1949, ia menulis surat kepada Presiden Soekarno, berisi permohonan untuk meletakkan jabatan sebagai Panglima Besar dan mengundurkan diri dari dinas ketentaraan. Namun surat tersebut tidak jadi disampaikan, karena akan menimbulkan perpecahan. Isi surat tersebut menjadi amat terkenal karena termuat kata-kata: “Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih tetap utuh tidak berubah-rubah adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia (Tentara Nasional Indonesia).”
Sementara itu kesehatan Panglima Besar semakin memburuk, sehingga ia harus beristirahat di Pesanggrahan Militer, Magelang..
Tanggal 6 Juli 1949, Presiden, Wakil Presiden dan pemimpin Indonesia lainnya kembali dari pengasingannya di Sumatera.. Di Ibukota Yogyakarta mendapat sambutan yang meriah dari masyarakat. Kedatangan para pemimpin RI itu disusul oleh rombongan Pemerintah Darurat RI pimpinan Mr. Syafrudin. Kembali juga dari medan gerilya, Panglima Besar Soedirman beserta rombongan tanggal 10 Juli 1949 yang didampingi oleh Komandan Daerah Militer Yogya, Letnan Kolonel Soeharto.
Saat-saat kembalinya dari medan gerilya. Panglima Besar Jenderal Soedirman ternyata tidak begitu senang dengan rencana kembali ke Ibukota Yogya saat itu, karena di daerah pertempuran di Jawa dan Sumatera masih banyak bertahan pasukan-pasukan gerilya TNI. Dan sementara berunding itu Belanda masih terus menerus mengadakan penyerangan (istilah mereka “pembersihan”). Soedirman sebagai Panglima Besar masih merasa berat hati meninggalkan para prajurit di medan gerilya. Di samping itu kecurigaan terhadap kejujuran lawan mengenai perundingan dan gencatan senjata, sesuai dengan pengalaman Soedirman selama beberapa tahun bertempur berunding dengan Belanda.
Tetapi karena kepatuhannya yang luar biasa kepada Pimpinan Nasional dan adanya surat yang dikirimkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan sahabat karibnya Kolonel Gatot Subroto yang disertai penjelasan Letnan Kolonel Soeharto, maka Soedirman akhirnya mau turun ke kota, dimana ia langsung melapor kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam suasana pertemuan yang sangat mengharukan.
Setelah itu Soedirman menerima parade penghormatan dari prajurit-prajurit TNI pimpinan Letnan Kolonel Soeharto di Alun-alun Lor Yogya. Surat Kolonel Gatot Subroto kepada Pak Dirman sangat sederhana bunyinya namun cukup menggugah perasaan. Pak Gatot yang kenal betul dengan Soedirman beserta semua sifatnya menulis antara lain:
”Tidak asing lagi soya, tentu soya juga mempunyai pendirian begitu. Semua-semuanya Tuhan yang menentukan, tetapi sebagai manusia kita diharuskan ikhtiar. Begitu juga dengan adikku (Soedirman-peny) , karena kesehatannya terganggu harus ikhtiar, mengaso sungguh-sungguh jangan menggalih (memikirkan- peny) apa-apa. Coat alles waaien. lni supaya jangan mati konyol, tetapi supaya cita-cita adik tercapai. Meskipun buah-buahnya kita tidak turut memetik, melihat pohonnya subur, kita merasa gembira dan mengucapkan terima kasih kepada yang Maha Kuasa. lni kali soya selaku saudara tua dari adik, minta ditaati “.
Soedirman adalah sosok pejuang kemerdekaan yang mengobarkan semangat jihad, perlawanan terhadap kezhaliman, membekali dirinya dengan pemahaman dan pengetahuan agama yang dalam, sebelum terjun dalam dunia militer untuk seterusnya aktif dalam aksi-aksi perlawanan dalam mempertahankan kemerdekaan negeri. Mengawali karir militernya sebagai seorang da’i muda yang giat berdakwah di era 1936-1942 di daerah Cilacap dan Banyumas. Hingga pada masa itu Soedirman adalah muballigh masyhur yang dicintai masyarakat.

Sang Jenderal Yang Mengagumkan!
Tanggal 24 Januari 1916 Soedirman dilahirkan. Ayahnya mandor tebu pada sebuah pabrik gula di Purwokerto, daerah Karesidenan Banyumas. Sejak bayi, Soedirman diangkat anak oleh Camat Rembang, Raden Tjokrosunaryo. Soedirman sejak kecil ia sudah biasa menghadiri berbagai pengajian yang digelar desanya. Ketika masih kanak-kanak, selepas Maghrib, bersama anak-anak lainnya Soedirman dengan membawa obor pergi ke surau untuk mengaji. Ketika bersekolah di sebuah lembaga pendidikan milik Muhammadiyah, Perguruan Wiworo Tomo, Soedirman aktif dalam gerakan kepanduan Hizbul Wathan. Soedirman bersekolah di lembaga pendidikan yang dianggap liar oleh pemerintahan kolonial Belanda sampai dengan tahun 1934.
Di lembaga pendidikan ini, ada tiga orang guru yang sangat mempengaruhi pembentukan karakter seorang Soedirman, yakni Raden Sumoyo; Raden Mohammad Kholil, dan Tirtosupono. Yang pertama memiliki pandangan nasionalis-sekuler. Yang kedua, Raden Moharnad Kholil, memiliki pandangan nasionalis-Islamis. Sedangkan yang ketiga, merupakan lulusan dari Akademi Militer Breda di Belanda. Kendati berbeda-beda persepsi, namun ketiga guru Soedirman tersebut sama-sama mengambil sikap non koperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda. Dari ketiganya, karakter Soedirman terbentuk: Islamisme, Nasionalisme, dan militansi militer.. Bahkan dalam soal agama, Soedirman dianggap agak fanatik. Hal ini menyebabkan ia sering dipanggil dengan nama panggilan “Kaji” ( Si Haji) oleh kawan-kawannya.
Soedirman mengawali karir sebagai guru agama. Dia juga sering berkeliling untuk mengisi ceramah dan pengajian di berbagai tempat, dari Cilacap hingga Banyumas. Walau sibuk, namun Soedirman tetap aktif di organisasi Pemuda Muhammadiyah, hingga dipercaya menjabat Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah di Karesidenan Banyumas.
Karir militer diawali saat pemboman Cilacap oleh Jepang pada 4 Maret 1942. Ketika PETA dibentuk, Soedirman bergabung ke dalamnya. Dia menjadi Daidanco di daerah Banyumas yang dikenal berani membela anak buahnya dari kesewenang-wenangan Jepang. Soedirman pun mengumpulkan pasukannya sendiri dan berhasil merebut kekuasaan dari tangan Jepang tanpa pertumpahan darah. Dari pasukannya, Soedirman membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sebagai cikal bakal TNI sekarang pada 5 Oktober 1945. Soedirman memimpin Resimen I/Divisi I TKR yang meliputi Karesidenan Banyumas. Persenjataan pasukannya sangat lengkap disebabkan ia berhasil merebut gudang senjata Jepang. Oleh Kastaf MBU TKR, Letnan Jenderal Urip Sumoharjo, Soedirman diangkat menjadi Komandan Divisi V Daerah Banyumas.
Tak lama setelah menjabat, Soedirman ditugaskan memukul mundur pasukan pemenang Perang Dunia II, Inggris dan NICA, dari Banyubiru, Ambarawa, dimana terdapat orang Amerika yang ditawan Jepang. Menurut perjanjiannya, Inggris hanya mendaratkan pasukannya di Semarang. Namun Inggris ingkar dan menusuk hingga Ambarawa. Terjadilah pertempuran laskar santri yang dipimpin para kiai dari berbagai pesantren di Jawa Tengah, Soedirman berhasil memukul mundur pasukan Inggris / NICA hingga Semarang. Hal inilah yang kemudian Soedirman diangkat menjadi Panglima TKR.
Sebagai seorang Ustadz yang terpanggil untuk berjuang membebaskan dan mempertahankan kemerdekaan negerinya, jenderal Soedirman meyakini jika perjuangan ini merupakan jihad fi sabilillah, melawan kaum kafir. Sebab itu, dalam situasi yang paling genting sekalipun, Soedirman tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.. Selain ibadah wajib, seperti sholat lima waktu, Soedirman juga sering menunaikan Qiyamul-lail dan puasa sunnah.
Jenderal Soedirman selalu menjaga ibadah-ibadahnya. Bahkan dalam keadaan yang sangat berbahaya bagi jiwanya. Dalam gerilya di selatan Yogya dalam perang kemerdekaan, Soedirman yang dalam kondisi sakit selalu menjaga sholatnya juga sholat malamnya. Bahkan tak jarang dia juga berpuasa Senin-Kamis. Di setiap kampung yang disinggahinya, dia selalu mendirikan pengajian dan memberikan ceramah keagamaan kepada pasukannya.
Kabar keshalihan Soedirman ini sampai ke seluruh penjuru Nusantara. Sebab itu, para pejuang Aceh yang juga meyakini jika perang kemerdekaan merupakan jihad Fisabilillah, begitu mendengar panglimanya yang shalih ini sakit, mereka segera mengirim bantuan berupa 40 botol obat suntik streptomisin guna mengobati penyakit paru-paru beliau.
Penyakit TBC yang diderita, tidak menyurutkan langkah perjuangannya. Sampai akhir usianya, 38 tahun, Panglima Besar Jenderal Soedirman yang dicintai rakyat menghadap Sang Khalik tanggal 29 Januari 1950, tepat hari Ahad. Bangsa ini mencatat satu lagi pejuang umat, yang lahir dari umat dan selalu berjalan seiring untuk kepentingan umat.

Sebuah perjuangan yang penuh dengan kateladanan, baik untuk menjadi pelajaran dan contoh bagi kita semua, anak bangsa.
Perjalanan panjang seorang da’i pejuang yang tidak lagi memikirkan tentang dirinya melainkan berbuat
dan berkata hanya untuk rakyat serta bangsa tercinta.

Dirgahayu Negeriku!

===========
Homepage Resmi PPI UKM:
http://www.ppiukm.org (baru)



subhanallaah, hanya itu yang bisa saya ucapkan