Sunday, August 16, 2009

Belajar dari sebuah Hymne


Sejak awal Agustus, bahkan sejak bertahun tahun lalu (setiap bulan Agustus), radio publik milik bangsa yang kita sebut dengan RRI (Radio Republik Indonesia) senantiasa menyiarkan hymne ini, setelah program warta berita. Dan rasanya, setahu saya hanya RRI –lah yang senantiasa menyiarkannya. Ehmm terkesan sok yakin banget... memang aku yakin banget hanya RRI yang tidak pernah absen tuk menyiarkan hymne ini, karena aku adalah pendengar setia RRI khususnya Pro2 Pekanbaru...

Mari, luangkan sejenak kesempatan dalam perjalanan waktu kita yang membentang untuk memaknai isi dan makna hymne ini. Lalu, tak ada salahnya kita bertanya pada diri kita, sebesar apakah bhakti, cinta dan ke-Indonesia-an kita pada negeri kita, Indonesia.

Dirgahayu Indonesiaku
Negeri dan Bangsaku yang kusayangi
Aneka suka dan duka
Penempaan Tuhan yang kita jalani
Sadar tahan ditempa Tuhan
Agar kita jadi bijak bestari
Ikhlas bakti membina bangsa
Yang adil dan beradab
Dirgahayu Indonesiaku
Negeri dan Bangsaku yang kita sayangi


Rasanya Hymne Dirgahayu Indonesia, karya (alm) H.Mutahar ini sungguh sangat relevan dengan kondisi kekinian bangsa kita. Betapa, suka dan duka dalam mengawal bangsa ini telah dapat kita rasakan, bahkan kita hanyut didalamnya. Bencana (karena) alam & karena ulah kita, tragedy, berbagai peristiwa sungguh mewarnakan kehidupan bangsa ini.

Semua tentu tempaan Tuhan, yang sudah semestinya kita terima, namun harus dijadikan sebagai pelajaran untuk menapaki kehidupan yang lebih baik dimasa datang. Bencana, mungkin tidak bisa kita hindari. Dengan kearifan, semua tentu dapat diminimalkan, setidaknya mengurangi dampaknya, agar (lagi-lagi) kita bisa lebih nyaman dalam penghidupan juga kehidupan.

Agar kita jadi bijak bestari, sebuah ungkapan yang rasanya harus terpatri dalam jiwa bangsa ini, untuk mengambil sikap yang (tentu) mengedepankan kepentingan bangsa dan Negara ini, dengan senantiasa berkaca pada pengalaman dan perjalanan masa silam. Dari padanya (masa lampau) sungguhlah tepat jika ada pengulangan yang bermanfaat, dan dari padanya pula jika hal pada masa lampau justru menyengsarakan bangsa ini, sudah selayaknya dan patut untuk dihindari, pun juga jangan sampai terulang kembali. Banyak sudah peristiwa dan kebijakan di masa lampau yang tidak berpihak pada kepentingan anak bangsa ini, segerakan untuk ditinggalkan.

Ikhlas bakti membina bangsa, yang adil dan beradab. Pemimpin bangsa ini, sudah harus menggariskan diri dan pengabdiannya dengan penuh ketulusan, berpihak pada semua kepentingan, tanpa beda dan membedakan sehingga keadilan di semua bidang yang selama ini (terkadang) masih menjadi mimpi dan cita cita belaka, mampu diwujudkan. Adil tidak berarti sama dan merata. Adil tentu proporsional, sesuai dengan norma dan aturan ukuran ‘kemanusiaan’ bukan adil yang semu. Banyak juga per-amsal-an akan hal ini.

coba kamu tanyakan pada dirimu, apakah kamu sungguh-sungguh mencintai dan menyayangi negeri ini. mungkin dengan jujur kita semua menjawab YA. Namun ada hal yang mesti kita perbaiki disini yaitu Nasionalisme bangsa ini mutlak kembali untuk kita renungkan. Benarkah nasionalisme kita mendarah daging dalam setiap langkah, gerak yang sejalan dengan pengabdian kita dalam mengisi kemerdekaan dan perjuangan untuk memuliakan bangsa yang belum usai ini? Marilah kita bertanya pada diri kita masing masing.

Menyayangi dan mencintai bangsa ini, sebuah hal yang mudah sekaligus susah. Layaknya hymne Dirgahayu Indonesia. Sebuah pujian, sebuah harapan, sebuah cita cita untuk bangsa yang besar, seperti yang dulu yang cita citakan oleh para pendiri bangsa ini. Bung Karno dan Bung Hatta yang mewakili seluruh elemen bangsa ini telah membukakan jalan. Telah mengantarkan kita pada sebuah gerbang kemerdekaan. Kemerdekaan dari belenggu penjajah.

Sekarang, kemerdekaan itu rasanya tercabik oleh ketidakpastian. Merdeka, tetapi kita terancam dan disergap tanpa akhir akan terror. Wahai anak bangsa, sadarlah penjajahan baru itu berupa terror. Terror (missal bom), hanya sebagian kecil bentuk penjajahan. Mulai menggurita terror lainnya yang jauh lebih bahaya dari sekadar terror bom. Terror baru itu berupa terror budaya asing, ekonomi, hingga ideology.

Dirgahayu Indonesia-ku, rasanya bangsa ini belum mampu sepenuhnya mengawal kebesaran dan kejayaaan nama-mu. Ijinkan kami untuk belajar mencintai dan menyayangi-mu (lagi), meski hanya dari sebuah hymne….

source : bluefame.com

No comments: